Masjid Menara Kudus (disebut juga sebagai masjid Al Aqsa dan Masjid Al Manar) adalah masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama dan terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
Situs Patiayam merupakan salah satu obyek wisata bernuansa purbakala yang terdapat di Kudus, tepatnya di Desa Terban, di salah satu bukit gunung Muria. Sebagai tempat yang mengandung fosil seperti diketahui bahwa gunung Muria dahulu bergabung dengan pulau Jawa hanya selama zaman glasial, yaitu sewaktu air laut surut. Dan sekarang bergabungnya gunung Muria dengan pulau Jawa adalah karena adanya pelumpuran di sepanjang daratan Semarang-Rembang. Di kaki selatan gunung Muria, terbentuk suatu pusat...
Kudus adalah sebuah kota kecil di daerah Jawa Tengah yang terletak di kawasan Pantura (Pantai Utara). Berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Demak dan Grobogan di selatan, dan Kabupaten Jepara di barat. Selain dikenal sebagai kota penghasil rokok, Kudus juga dikenal sebagai Kota Santri, karena Kudus merupakan pusat perkembangan...
Bagaimana potensi pariwisata di Kudus? : Eh, pariwisata di Kabupaten Kudus itu sangat berpotensi, ya. Terlebih lagi kita tahu bahwa kita punya Museum Kretek. Museum kretek adalah satu-satunya museum tentang bagaimana membuat rokok , di dunia hanya ada satu, dan Kudus punya itu. Dan tentu saja kita bisa menjual asset itu. Lalu kayak misalnya situs Patiayam. Patiayam dalam beberapa tahun ke depan, saya yakin jika pemerintah dan masyarakat sendiri bekerja sama untuk mengelola Patiayam dengan baik, bukan tidak mungkin Patiayam bisa menjadi seperti Sangiran, tempat pusat studi arkeologi di seluruh dunia...
Museum Kretek adalah nama sebuah museum yang terletak di Kudus, Jawa Tengah. Museum kretek didirikan bertujuan untuk menunjukan bahwa kretek berkembang sangat pesat di tanah jawa khususnya di kota kudus. Di museum ini diperkenalkan mulai dari sejarah tentang kretek hingga proses produksi rokok kretek, mulai dari pembuatan secara manual sampai menggunakan teknologi modern.
Museum Kretek merupakan satu-satunya museum rokok di Indonesia. Di sana juga bisa ditemukan siapa saja tokoh-tokoh yang berperan besar dalam memajukan bisnis rokok di Indonesia.
Kudus adalah sebuah kota kecil di daerah Jawa Tengah yang terletak di kawasan Pantura (Pantai Utara). Berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur, Kabupaten Demak dan Grobogan di selatan, dan Kabupaten Jepara di barat. Selain dikenal sebagai kota penghasil rokok, Kudus juga dikenal sebagai Kota Santri, karena Kudus merupakan pusat perkembangan Islam pada abad pertengahan. Hal itu dapat diketahui dengan adanya makam 2 walisanga, yaitu Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq dan Sunan Muria atau Raden Umar Said. Disamping itu, ternyata Kudus memiliki banyak potensi pada banyak bidang, salah satunya adalah pariwisata. Di antaranya ada pariwisata religi, budaya, alam, bahkan kepurbakalaan.
Contohnya saja adalah Museum Kretek. Museum kretek merupakan satu-satunya museum di dunia, yang menceritakan bagaimana asal mula rokok, dan cara pembuatannya.
“…pariwisata di Kabupaten Kudus itu sangat berpotensi, ya. Terlebih lagi kita tahu bahwa kita punya Museum Kretek. Museum kretek adalah satu-satunya museum tentang bagaimana membuat rokok , di dunia hanya ada satu, dan Kudus punya itu…” tegas Anindita yang merupakan pemegang gelar Juara 1 pemilihan Duta Wisata Kabupaten Kudus 2010 saat diwawancarai di sekolahnya.
Sayangnya, masyarakat kurang menaruh perhatian dan penghargaan terhadap nilai-nilai warisan budaya yang seharusnya dilestarikan.
Sadarkah kita? Kota Kudus kita tercinta ini, menyimpan berbagai potensi pariwisata? Namun, mengapa kita bukannya mengunjungi wisata di Kudus yang kaya ini, malah mengunjungi pariwisata di kota orang lain? Ini sangat ironi, memiliki banyak potensi pariwisata di kota sendiri, namun malah lebih memilih untuk mengunjungi wisata di kota orang lain.
Pasti, tak lain dan tak bukan, kita anak-anak muda kebanyakan lebih memilih untuk berekreasi ke Bali, Bandung, Tawang Mangu, dan tempat wisata tersohor lainnya. Mengapa kita tak memilih untuk berekreasi di kota kita sendiri? Pasti kebanyakan generasi muda akan menjawab, “Gengsi dong, nggak gaya lah, kalo refreshing cuma di sini-sini aja. Udah tempatnya kotor, sepi, nggak asik pula. Masa rekreasi di Kudus? Nanti kalo ditanyain sama temen dari luar kota gimana? Jadi malu dong. Bisa-bisa malah balik nanya Kudus itu makanan apa”.
Itulah kurang lebih jawaban kebanyakan generasi muda saat ini jika ditanyai dengan pertanyaan seperti itu. Cenderung malu untuk membanggakan kota mereka sendiri. Bahkan mungkin ada yang segan untuk menyebutkan daerah asalnya, Kudus. Ini adalah anggapan generasi muda yang benar-benar salah.
Coba kita lihat, Kota Kudus kita tercinta ini sebenarnya memiliki banyak potensi, salah satunya dalam bidang pariwisata. Banyak obyek wisata yang dimiliki kabupaten ini. Mulai dari wisata religi, alam, bahkan arkeologi. Kita lihat saja Situs Patiayam. Situs patiayam merupakan salah satu pusat arkeologi di Indonesia. Namun mengapa pamor Situs Patiayam kalah jauh jika dibandingkan dengan Sangiran? Salah satu faktornya adalah kurangnya kepedulian masyarakat terutama generasi muda untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan situs tersebut. Tak usah terlalu jauh, untuk melirik ke sana, kebanyakan generasi muda saja enggan, apalagi untuk mengunjunginya. Berbagai macam alasannya, tempatnya tidak strategis lah, kumuh lah, dan masih banyak lagi.
Sebenarnya anggapan seperti itu adalah perwujudan sikap mereka sendiri. Kita sebagai generasi muda, harus berani untuk merubah sesuatu yang kecil untuk menjadi lebih besar. Itulah jiwa yang tak dimiliki oleh sebagian besar generasi muda. Mereka lebih me-vonis sesuatu itu buruk, daripada mengubahnya untuk lebih baik. Coba kita pikir, bila seandainya pemerintah, masyarakat, beserta generasi muda bekerja sama untuk mengembangkan potensi tersebut. Generasi muda membuat ide-ide baru untuk mempromosikan pariwisata kita, lalu masyarakat berbondong-bondong untuk merawat obyek tersebut, serta pemerintah membantu dalam pelaksanaannya, memberikan bantuan pada lembaga yang bertugas untuk mengelola obyek wisata tersebut, sehingga terjadi kerjasama yang harmonis antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda. Bila hal tersebut dalam dilaksanakan, bukan idak mungkin Situs Patiayam akan lebih tersohor namanya dibandingkan Sangiran.
Jadi, mengapa kita tak mengembangkan potensi yang ada di daerah Kudus? Siapa lagi jika bukan kita yang bertindak? Mari bersama-sama untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di Kabupaten Kudus ini, agar kita pun bisa bangga memiliki kampung halaman bernama “Kudus”. Jadi, kembangkan potensi Pariwisata Kudus, siapa takut?
Situs Patiayam merupakan salah satu obyek wisata bernuansa purbakala yang terdapat di Kudus, tepatnya di Desa Terban, di salah satu bukit gunung Muria. Sebagai tempat yang mengandung fosil seperti diketahui bahwa gunung Muria dahulu bergabung dengan pulau Jawa hanya selama zaman glasial, yaitu sewaktu air laut surut. Dan sekarang bergabungnya gunung Muria dengan pulau Jawa adalah karena adanya pelumpuran di sepanjang daratan Semarang-Rembang. Di kaki selatan gunung Muria, terbentuk suatu pusat erupsi yang tersendiri yaitu Patiayam. Di daerah tersebut ditemukan endapan vulkano-sedomenter yang banyak mengandung fosil vertebrata yang berumur kurang lebih sekitar 800.000 tahun.
Patiayam berada di salah satu bukit gunung Muria, yaitu gunung Slumpit, terdapat konkresi breksi vulkanik yang diikuti oleh puluhan materi pasir dan lempung tufaan. Situs tersebut tak lain merupakan endapan purba hasil letusan gunung Muria. Fosil-fosil yang berhasil ditemukan pada situs ini adalah sisa-sisa manusia purba Homo Erectus berupa 1 buah gigi prageraham bawah dan 7 buah pecahan tengkorak manusia, yang diternukan oleh Dr. Yahdi Yain dari Geologi ITB Bandung pada tahun 1979. Temuan lainnya berupa tulang belulang binatang purba antara lain : Stegodon trigonochepalus (gajah purba), Elephas sp (sejenis Gajah), Rhinoceros sondaicus (badak), Bos banteng (sejenis banteng), Crocodilus, sp (buaya), Ceruus zwaani dan Cervus/Ydekkeri martim (sejenis Rusa) Corvidae (Rusa), Chelonidae (Kura-Kura), Suidae (Babi Hutan), Tridacna (Kerang laut), dan Hipopotamidae (Kudanil). Fosil-fosil yang ditemukan di situs Patiayam ini memiliki keistimewaan, yaitu sebagian situs yang ditemukan bersifat utuh.
Namun walaupun begitu, menurut pemaparan Tim Balar, perawatan terhadap benda bersejarah tersebut hingga saat ini masih kurang optimal terutama karena belum tersedia tempat penyimpan berbagai benda itu secara memadai.
Sebagian benda itu, katanya, disimpan di kantor dinas terkait dan lainnya di rumah warga yang disewa untuk penyimpanan sementara waktu.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah bisa memberikan solusi untuk memecahkan masalah ini, demi kelangsungan Situs Patiayam agar bisa setara dengan situs-situs purbakala lainnya seperti Situs Purbakala Sangiran dan Cipari.
Eh, pariwisata di Kabupaten Kudus itu sangat berpotensi, ya. Terlebih lagi kita tahu bahwa kita punya Museum Kretek. Museum kretek adalah satu-satunya museum tentang bagaimana membuat rokok , di dunia hanya ada satu, dan Kudus punya itu. Dan tentu saja kita bisa menjual asset itu. Lalu kayak misalnya situs Patiayam. Patiayam dalam beberapa tahun ke depan, saya yakin jika pemerintah dan masyarakat sendiri bekerja sama untuk mengelola Patiayam dengan baik, bukan tidak mungkin Patiayam bisa menjadi seperti Sangiran, tempat pusat studi arkeologi di seluruh dunia.
Saya
:
Apakah pemerintah sudah cukup bagus dalam mengembangkan potensi tersebut?
Anindita
:
Ee, to be perfectly honest ya, saya rasa pemerintah sudah cukup baik. Cuman masih ada sesuatu yang belum dioptimalkan, kayak misalnya di Museum Kretek atau di GOR. Kita tau kita sudah punya waterboom, tapi kenapa hanya kecil? Saya rasa pemerintah belum berani mengambil tindakan yang benar-benar bisa dan optimal untuk mengembangkan pariwisata di Kabupaten Kudus. Tapi, saya sudah melihat iktikad baik dari pemerintah seperti misalnya dengan pelaksanaan tradisi 12 budaya, sebelumnya itu tidak pernah ada.
Saya
:
Bagaimana menurut Anda, cara untuk mengembangkan potensi tersebut?
Anindita
:
Cara mengembangkan potensi wisata itu… ada kita tahu yang namanya mempromosika pariwisata di Kabupaten Kudus. Dari hal kecil kita bisa mulut ke mulut. Kita bisa ajak keluarga kita atau teman kita yang ada di kota lain dating untuk menikmati pariwisata di Kabupaten Kudus. Lalu kita juga punya internet. Saya yakin internet merupakan cara yang paling efektif karena internet jangkauannya seluruh dunia dan itu akan memudahkan kita mendapatkan informasi pariwisata yang ada di Kabupaten Kudus.
Saya
:
Bagaimana seharusnya sikap kita untuk mendukung pengembangan potensi tersebut?
Anindita
:
Sikap kita, apalagi kita generasi muda. Biasanya kita kan memilih untuk berekreasi ke tempat yang jauh, misalnya kita tour ke Bali, ke luar kota. Kenapa kita tidak mencoba untuk mejelajahi pariwisata-pariwisata yang ada di Kabupaten Kudus. Kita bisa gali potensi dari sana, seperti misalnya di Colo. Saya yakin para generasi muda sekarang hanya tahu Colo sebatas montel, dan tempat-tempat tertentu saja. Kita belum tahu tempat-tempat yang seperti ke hutan-hutannya. Pasti para generasi muda belum begitu mengenal. Jadi, saya harap para generasi muda khususnya kita anak SMA untuk pergi dulu ke tempat-tempat pariwisata di Kabupaten Kudus. Sedangkan membuat kekayaan di daerah lain kekayaan di daerahnya tertinggal hanya karena kita tidak mau dan gengsi untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Kabupaten Kudus.